PTK Paired Story Telling
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada saat ini sekolah menuntut kemampuan menyimak yang tinggi untuk menyerap berbagai
informasi dengan cepat dan mudah. Berbagai sarana seperti media, televisi,
telepon, tatap muka, internet, dan sebagainya
memudahkan manusia untuk mendapatkan informasi. Dalam kehidupan
sehari-hari pun kita, sering menyimak cerita, berita, laporan, iklan, dan
lain-lain. Meskipun demikian, tidak
semua orang mampu membaca dengan baik.
Hal itu mengindikasikan bahwa selama ini keterampilan membaca kurang mendapat perhatian. Padahal,
dari kegiatan menyimak itu akan membantu kita untuk mendapatkan informasi, yang
berarti meningkatkan pengetahuan dan daya pikir.
Membaca intensif merupakan satu keterampilan
awal dan dasar dari proses pembelajaran bahasa. Sejak masa kanak-kanak, manusia
mulai belajar menyimak sebelum mempelajari keterampilan berbahasa yang lain.
Menurut Tarigan (1998 : 1) dalam memperoleh keterampilan berbahasa biasanya
manusia melewati suatu hubungan yang teratur, dimulai dari belajar menyimak,
kemudian berbicara, sesudah itu dilanjutkan dengan belajar membaca dan menulis.
Menurut Paul T. Rankin (via Sutari dkk,1998 :
8) menunjukkan bahwa kegiatan menyimak paling banyak terjadi di masyarakat
kita. Membaca merupakan keterampilan
dasar dalam aktivitas berkomunikasi. Kebanyakan orang dewasa menggunakan waktu
45% untuk menyimak, 30% untuk berbicara, 16 % untuk membaca, dan hanya 9% untuk
menulis (Cox, 1999 : 151).
Membaca secara intensif sudah menjadi bagian
dari pembelajaran bahasa, tetapi selama bertahun-tahun kebanyakan guru dan para
ahli berasumsi bahwa pembelajaran
membaca tidak perlu diajarkan tersendiri. Ada anggapan bahwa
keterampilan membaca akan dikuasai
dengan sendirinya apabila pembelajaran keterampilan lainnya sudah berjalan
baik.
Dalam
pembelajaran di SD saat ini pun, keterampilan
membaca cenderung diabaikan. Pelajaran
membaca terkesan menjadi pelajaran yang kurang penting karena tidak
diujikan dalam Ebtanas. Pelatihan
membaca cenderung terikat pada buku teks. Hal ini berarti bahan materi
pelajaran menyimak lebih banyak diambil dari buku teks. Dapat diduga bahwa
dalam proses pelatihan menyimak, siswa tidak mengalami hambatan karena
materinya sudah ada dalam buku dan kemungkinan mereka sudah membacanya. Hal ini
menyebabkan siswa kurang tertantang dalam
membaca.
Selama ini,
latar belakang pengetahuan dan pengalaman guru dalam membina keterampilan membaca dirasa masih belum memadai. Guru
kurang begitu antusias dalam mengajarkan keterampilan membaca. Mereka berasumsi
bahwa keterampilan membaca telah terintregasi dengan keterampilan yang lain
sehingga membaca dapat dipelajari secara bersamaan dengan keterampilan yang
lain. Mereka kebanyakan mengajar dengan teknik ceramah dan siswa selalu Duduk,
Diam, Dengar, Catat, dan Hafal (3DCH). Sudah saatnya para guru mengubah
paradigma pembelajaran lama dengan pembelajaran baru.
Semua fenomena
yang ada dalam pembelajaran membaca tersebut mengakibatkan siswa tidak begitu
berminat dalam pembelajaran membaca. Jika siswa tidak memiliki minat terhadap
pembelajaran membaca, hal ini akan mempengaruhi prestasi membacanya. Jika siswa
memiliki kemampuan yang baik dalam keterampilan membaca, hal itu akan
memudahkan siswa menangkap pesan dan memahami apa yang disampaikan guru atau
pun dalam kegiatan interaksi yang lain. Siswa akan dengan mudah menerima bahan
pelajaran yang disampaikan guru dalam proses belajar-mengajar. Mereka juga akan
dengan mudah menangkap pesan yang disampaikan orang lain.
Dalam
penelitian ini diteliti menyimak cerita karena pada saat pembelajaran, siswa
hanya mendengarkan cerita dari guru, bahkan siswa diminta oleh guru membaca
dalam hati. Setelah selesai, siswa diharuskan menjawab soal-soal pertanyaan
berdasarkan cerita dalam bacaan. Bahan-bahan cerita yang digunakan guru diambil
dari buku paket sehingga apa yang dilakukan guru terkesan kurang berpengaruh
terhadap siswa. Para siswa sebagian besar sudah membaca buku paket di rumah
sehingga mereka cenderung kurang
memperhatikan apa yang dibacakan guru. Tentu saja kegiatan pembelajaran yang
seperti ini dapat membuat siswa bosan. Dalam pembelajaran ini, guru lebih
mendominasi kegiatan di kelas, sedangkan para siswa bersifat pasif. Pembelajaran yang dilakukan guru kurang
begitu bermanfaat bagi siswa.
Melihat begitu
besarnya peran membaca dalam proses belajar bahasa, diperlukan suatu teknik yang efektif dalam pembelajaran keterampilan menyimak.
Teknik merupakan hal yang penting dalam pembelajaran menyimak, khususnya pembelajaran menyimak di
tingkat Sekolah Dasar. Dengan teknik menyimak yang efektif, pembelajaran bahasa
akan mencapai tujuan yang diharapkan. Hal inilah yang tentunya sangat
diharapkan oleh berbagai pihak, khususnya bagi guru, sebagai pengelola kelas
dalam KBM.
Salah satu
teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran keterampilan menyimak adalah
teknik paired storytelling. Dengan teknik membaca secara intensif ini, kegiatan
belajar-mengajar sepenuhnya dilakukan oleh siswa. Guru hanya sebagai
fasilitator, motivator dan mediator dalam KBM. Teknik ini lebih cocok digunakan
dalam bahan pelajaran yang bersifat deskriptif atau naratif, seperti cerita.
Akan tetapi, hal itu tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan pelajaran yang
lain. Sebuah cerita mengandung berbagai pendidikan moral, yang berupa pesan dan
amanat. Melalui cerita inilah, guru dapat memberikan penanaman nilai-nilai moral
kepada mereka, tetapi fenomena yang terjadi di tingkat SD, cerita cenderung
digunakan guru hanya sebagai selingan bagi siswa.
Pembelajaran keterampilan menyimak yang
dilakukan para guru menyebabkan siswa
bekerja sendiri tanpa ada unsur
bekerja sama. Hal ini dapat menimbulkan sifat yang individualistis.
Siswa yang satu menganggap siswa yang lain adalah saingan. Untuk mengantisipasi
hal tersebut, diperlukan teknik pembelajaran yang dapat meningkatkan kerja sama
antarsiswa dan keaktifan mereka di kelas. Teknik yang dapat digunakan adalah membaca secara intensif. Teknik ini lebih
menekankan daya simak siswa karena hasil simakannya akan dipertanggungjawabkan
kepada pasangannya. Semakin baik daya simak siswa, materi yang disampaikan guru akan semakin
mudah dipahami mereka.
B.
Identifikasi Masalah PTK
Latar belakang masalah, muncul beberapa
permasalahan yang perlu diatasi, antara lain :
(1) Bagaimanakah minat siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____ dalam pembelajaran
keterampilan membaca cerita ?
(2) Bagiamanakah
kiat guru yang mengajar Bahasa
Indonesia di kelas III SD Negeri _______
Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____ dalam pembelajaran keterampilan membaca
cerita ?
(3)
Bagaimankah Penggunaan teknik membaca secara intensif untuk meningkatkan
keterampilan membaca cerita di kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____ ?
C.
Batasan Penelitian
Permasalahan
yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas sehingga
tidak dapat diteliti seluruhnya dalam penelitian ini. Oleh karena itu,
permasalahan yang akan diteliti adalah penerapan teknik baru untuk meningkatkan
keterampilan membaca intensif siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____, yaitu dengan teknik paired storytelling.
D.
Rumusan
Masalah PTK
Sesuai dengan batasan masalah yang telah dikemukakan, peneliti hanya
merumuskan satu masalah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Praktiskah penggunaan teknik paired story Telling untuk meningkatkan keterampilan membaca Materi pengajaran Bahasa Indonesia
bagi siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____?
E.
Tujuan
Penelitian Tindakan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keefektifan teknik Paired Story Telling untuk meningkatkan keterampilan membaca pada pengajaran bahasa Indonesia bagi siswa
kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____.
F.
Manfaat
Penelitian Tindakan
Diharapkan dapat memberi manfaat secara
teoretis maupun praktis. Berikut akan diuraikan manfaat teoretis dan praktis
dalam penelitian ini.
(1)
Manfaat
Teoretis
Manfaat teoretis penelitian ini adalah agar
dapat memberikan sumbangan teori bagi peneliti lain dan terpacu untuk
mengembangkannya.
(2)
Manfaat
Praktis
Bagi
guru yang mengajar bahasa Indonesia, teknik ini akan memberikan masukan dalam
memilih teknik pembelajaran keterampilan
menyimak dan membaca untuk diterapkan dalam proses belajar-mengajar bahasa
Indonesia di kelas.
BAB
II
LANDASAN KEPUSTAKAAN
A.
Teori
Membaca dan Menyimak Intensif
Makna
Membaca Intensif dan Mendengarkan
Maknanya sama dengan mendengar dan
mendengarkan. Meskipun demikian, apabila
kita pelajari lebih jauh, ketiga kata itu memiliki perbedaan pengertian.
Sutari, dkk.
(1998 : 17-19) menyebutkan perbedaan menyimak, mendengar dan mendengarkan.
Menyimak memiliki makna mendengarkan atau memperhatikan baik-baik apa yang
dikatakan orang lain. Jelas faktor kesengajaan dalam kegiatan menyimak cukup
besar, lebih besar daripada mendengarkan karena dalam kegiatan menyimak ada
usaha memahami apa yang disimaknya, sedangkan kegiatan mendengarkan tingkatan
respons belum dilakukan.
Dari segi makna yang terkandung dalam ketiga
kata itu, mendengarkan memiliki tingkat makna yang lebih tinggi daripada
mendengar, sedangkan menyimak lebih tinggi daripada mendengarkan. Mendengar
baru merupakan kegiatan pasif saja, sedangkan dalam kegiatan mendengarkan sudah
mulai melibatkan unsur kejiwaan yang berati aktivitas mental sudah muncul hanya
belum setinggi aktivitas menyimak (Sutari dkk., 1989 : 19).
|
Dalam
buku modul “Menyimak dan Pengajarannya”
terbitan Depdikbud (1982/1983) disebutkan bahwa mendengar berarti dapat
menangkap bunyi (dengan telinga) tanpa adanya unsur kesengajaan, mendengarkan
berarti mendengar akan sesuatu bunyi tetapi diikuti dengan adanya unsur
kesengajaan, sedangkan menyimak berarti mendengarkan baik-baik dengan penuh
perhatian akan apa yang diucapkan seseorang ataupun yang lain sehingga kecuali
kemampuan menangkap dan memahami makna pesan yang terkandung dalam bunyi, unsur
kesanggupan mengingat pesan juga merupakan persyaratan yang dituntut.
Tarigan
(1990:28) mendefinisikan menyimak sebagai berikut.
Menyimak
merupakan proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh
perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi dan pesan serta memahami makna komunukasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau
bahasa lisan.
Underwood (1989
: 1-2), dalam bukunya Teaching Listening menyatakan bahwa menyimak
merupakan aktivitas yang penuh perhatian untuk memperoleh makna dari sesuatu
yang kita dengar. Dalam kegiatan menyimak, seorang penyimak harus mampu
menangkap dan memahami maksud pembicara.
Lebih lanjut, ia juga menyebutkan bahwa mendengarkan merupakan kegiatan yang
pasif, sedangkan menyimak
merupakan kegiatan yang aktif.
Akhadiah (1992
: 142) mengemukakan pengertian menyimak sebagai berikut.
Menyimak
merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa,
mengidentifikasi, menginterpretasikan, dan mereaksi atas makna yang terkandung
di dalamnya. Menurutnya, mendengar mengandung pengertian dapat menangkap suara
atau bunyi dengan telinga. Proses mendengar terjadi secara kebetulan atau tidak
direncanakan lebih dahulu, mungkin tidak dimengerti maknanya atau mungkin tidak
menjadi perhatian sama sekali.
Lebih lanjut
Akhadiah (1993 : 14) mengatakan bahwa, mendengarkan mengandung arti mendengar
dengan sengaja, tetapi belum ada keinginan untuk memahami makna yang
didengarnya. Dalam kegiatan menyimak ada faktor kesengajaan, perhatian dan
usaha pemahaman akan sesuatu yang disimak. Jadi, dalam kegiatan menyimak sudah
tercakup di dalamnya kegiatan mendengar dan mendengarkan bunyi bahasa. Bunyi
bahasa yang ditangkap oleh alat pendengar, yaitu telinga kemudian
diidentifikasi, dikelompokkan menjadi suku kata, frase, klausa, kalimat, dan
wacana. Tekanan nada, intonasi dan ritme yang menyertai ucapan pembicaraan pun
diperhatikan oleh penyimak. Bunyi bahasa yang diterima kemudian
diinterpretasikan maknanya, ditelaah atau dinilai kebenarannya, lalu diambil
keputusan untuk menerima atau menolaknya.
Dalam
keterampilan menyimak, di samping untuk menangkap dan memahami makna pesan baik
yang tersurat maupun tersirat, mengingat
pesan juga merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengertian
menyimak. Dengan demikian, menyimak
dapat dibatasi sebagai proses besar mendengarkan, menyimak, serta
menginterpretasikan lambang-lambang lisan.
Clark dan
Clark ( via Pintamtiyastirin, 1984 : 10) membedakan pengertian menyimak
dalam arti sempit dan arti luas. Menyimak dalam pengertian sempit menunjuk
suatu proses mental pada saat penyimak menerima bunyi yang diucapkan oleh
pembicara, menggunakan bunyi itu untuk menyusun penafsiran tentang apa yang
disimaknya. Menyimak dalam pengertian luas menunjuk pengertian bahwa penyimak
tidak hanya mengerti dan membuat penafsiran, melainkan ia juga berusaha melakukan
apa yang dimaksudkan oleh si pembicara. Penyimak mengalami dua macam proses
mental yang disebut proses penyusunan dan proses pemanfaatan. Sejalan dengan
Clark & Clark, Achsin (1981 : 3) mengatakan bahwa proses penyusunan
menunjuk cara penyimak menyusun suatu penafsiran sebuah kalimat yang diucapkan
oleh si pembicara mulai identifikasi bunyi hingga pembentukan sebuah penafsiran
yang sama dengan yang dimaksudkan oleh si pembicara tadi.
Chaudrob dan
Richards (1986) seperti dikutip Bikran (1989 : 59) membedakan dua macam proses dalam menyimak,
yaitu proses bottom up dan top down dan selanjutnya
disebut model menyimak bottom up dan top down. Model bottom up
adalah suatu proses pemahaman pesan dengan cara menganalisis level-level
organisasi, yaitu dari bunyi-bunyi, kata-kata, klausa, dan kalimat sehingga
sampai pada makna. Proses ini disebut juga sebagai proses decoding atau
memecah-mecah kode. Dalam model bottom up penyimak dituntut memiliki
kemampuan leksikal dan gramatikal.
Model top
down menunjuk pengertian jika dalam proses pemahamannya, penyimak
menggunakan pengetahuan latar
belakangnya dalam upaya memahami makna yang dikandung pesan. Pengetahuan latar
belakang itu bisa berupa pengetahuan tentang
topik suatu wacana, pengetahuan tentang situasi dan kondisi yang ada,
atau juga pengetahuan tentang cerita-cerita yang kesemuannya itu sudah
tersimpan dalam ingatan jangka panjang penyimaknya. Prosesnya dinamakan proses encoding.
Dari berbagai
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak merupakan suatu proses mental
bukan sekedar kegiatan mendengarkan, melainkan juga suatu proses kegiatan
menangkap lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi,
serta interpretasi untuk memperoleh informasi dan menghubungkannya dengan latar
belakang pengetahuan yang telah dimiliki si penyimak. Mendengarkan memiliki
arti mendengar akan sesuatu dengan sungguh-sungguh karena ada yang menarik
perhatian, ada unsur kesengajaan dan sudah melibatkan aktivitas mental, tetapi
belum setinggi menyimak.
B.
Teknik Paired Story Telling
adalah cara menyimak soal cerita agar mudah
dipahami, dimengerti kemudian ditulis
dan dibaca oleh siswa secara jelas sehingga menyederhanakan konsep ketrampilan
membaca dalam diri peserta didik (Handoyo ; 35) . Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa tujuan utama menyimak adalah menangkap, memahami atau
menghayati pesan ide, gagasan yang tersurat dalam bahan bacaan simakan
(Tarigan, 1991 : 5).
Dalam
kegiatan-mengajar di sekolah, siswa menyimak apa yang disampaikan guru untuk
menyerap atau memahami pesan yang disampaikan. Tujuan dalam kegiatan menyimak
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
Sutari
dkk. (1998 : 22) mengemukakan bahwa tujuan menyimak adalah : (1) mendapatkan fakta; (2) menganalisis
fakta; (3) mengevaluasi fakta; (4) memahami pesan; (5) menyimpulkan isi
simakan; (6) memperbaiki kemampuan berbicara; (7) mendapatkan hiburan.
Menurut Logan (1972 : 42), ada
delapan tujuan orang menyimak sesuatu,
yaitu : (1) menyimak untuk belajar; (2) menyimak untuk menikmati; (3)
menyimak untuk mengevaluasi; (4) menyimak untuk mengapresiasi; (5) menyimak
untuk mengkomunikasikan ide-ide; (6) menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi; (7)
menyimak untuk memecahkan masalah secara kreatif dan analitis; (8) menyimak
untuk meyakinkan; (9) menyimak untuk menyimpulkan.
Menurut
Kathleen Galvin (via Underwood 1989 : 4) ada lima alasan mengapa seseorang
menyimak, yaitu : (1) untuk keperluan kegiatan sosial; (2) bertukar informasi;
(3)untuk mengawasi; (4) untuk berbagi perasaan (curhat); (5) untuk hiburan.
Berdasarkan
berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan tujuan menyimak adalah untuk memahami pesan bahan
yang disimak, belajar, mengevaluasi, mengapresiasi, serta untuk mendapatkan
hiburan. Siswa memahami pesan bahan yang
disimak bertujuan untuk memperoleh fakta dari apa yang disimaknya tersebut.
Menyimak untuk belajar berarti, siswa belajar memahami petunjuk-petunjuk dari
bahan yang disimak, termasuk dapat membedakan bunyi-bunyi. Menyimak untuk
mengevaluasi berarti, siswa diharapkan dapat memberi saran, kritik dan
penilaian terhadap apa yang disimaknya. Siswa menyimak untuk mengapresiasi
dimaksudkan agar mereka dapat memberi kesan dan mengungkapkan perasaannya
terhadap apa yang disimaknya. Dan siswa menyimak untuk hiburan berarti, mereka
menyimak hanya untuk mengisi waktu luang atau bersantai.
Kegiatan tersebut tampak dalam kehidupan sehari-hari
dalam bentuk yang beraneka ragam. Makin maju kehidupan sosial makin bervariasi
bentuk itu. Keanekaragaman itu disebabkan oleh adanya berbagai titik pandang
yang kemudian dijadikan landasan pengklasifikasian menyimak.
Menurut Tarigan (1990 : 37), jenis
menyimak diklasifikasikan menjadi dua tingkatan, yaitu : (1) menyimak ekstensif
dan (2) menyimak intensif. Adapun, penjelasan setiap tingkatan jenis menyimak
sebagai berikut.
1) Intensive Paired
Menyimak
ekstensif adalah menyimak untuk memahami materi simakan hanya secara garis
besar saja. Kegiatan menyimak ekstensif lebih bersifat umum dan tidak perlu di
bawah bimbingan langsung dari guru.
Penggunaan yang
paling dasar ialah menangkap atau mengingat kembali bahan yang telah diketahui
dalam suatu lingkungan baru dengan cara yang baru. . Bahan yang dapat digunakan
berupa bahan pelajaran yang baru saja diajarkan atau yang telah diajarkan.
Menyimak jenis ini memberi kesempatan dan kebebasan para siswa menyimak
kosakata dan struktur-struktur yang masih asing. Tujuan menyimak ekstensif
adalah menyajikan kembali bahan pelajaran dengan cara yang baru.
2) Entitas Paired
Menyimak
intensif adalah menyimak dengan penuh perhatian, ketekunan dan ketelitian
sehingga penyimak memahami secara mendalam dan menguasai secara luas bahan
simakan. Kegiatan menyimak intensif lebih diarahkan dan dikontrol oleh guru.
Bahan yang dapat digunakan dapat berupa leksikal maupun gramatikal. Untuk itu,
perlu dipilih bahan yang mengandung ciri ketatabahasaan tertentu dan sesuai
dengan tujuan. Selain itu, guru juga perlu memberikan latihan-latihan yang
sesuai dengan tujuan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melatih
menyimak intensif adalah menyuruh siswa menyimak tanpa teks tertulis, seperti
memperdengarkan rekaman.
Penelitian
ini termasuk jenis menyimak intensif.
Para siswa menyimak dengan mencatat kata atau frase penting bahan yang disimak.
Hal itu dimaksudkan agar siswa dapat memahami apa yang disimaknya dengan baik.
Pemahaman tersebut sangat berguna dalam kegiatan berdiskusi, mengenai apa yang
disimaknya. Kegiatan menyimak tersebut diarahkan dan dikontrol oleh guru.
C.
Pembelajaran
Teknik Paired Story Telling di SD
Suplemen GBPP
merupakan satu kesatuan dan penyempurnaan kelemahan-kelemahan dari kurikulum
GBPP 1994 mata pelajaran IPS di SD.
Secara umum penyempurnaan kurikulum di
tingkat SD berupa suplemen dimaksudkan untuk:
(a)
membantu guru dalam memahami dan menjabarkan kurikulum GBPP 1994 bahasa
Indonesia ke dalam persiapan mengajar dan pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar;
(b)
memberikan contoh pengembangan kegiatan belajar-mengajar untuk setiap kelas;
(c)
memberikan pedoman yang harus diperhatikan oleh guru ketika mempersiapkan dan
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas-kelas rendah, penggunaan sumber
belajar yang beragam dan cara penilaian bahasa serta contoh penjabaran GBPP
(Hadiwijoyo, 1999).
Materi dan
pembelajaran bahasa dalam suplemen GBPP dikelompokkan ke dalam tiga komponan :
kebahasaan, pemahaman dan penggunaan. Langkah awal yang dilakukan adalah
membuat pemetaan materi dan pembelajaran yang ada dalam GBPP. Pemetaan ini
dapat dibu at per cawu atau per semester, kemudian guru dapat menyusun
persiapan mengajar berdasarkan materi dan pembelajaran tersebut dengan memilih
tema tertentu sebagai pemersatu kegiatan belajar-mengajar. Dari bagan ini,
selanjutnya dibuatkan persiapan mengajar yang lebih rinci, dilengkapi dengan
rumusan tujuan dan penilaian kegiatan belajar-mengajar.
Di dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pembelajaran dikemas menjadi tiga komponen
utama yaitu : kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator pencapaian hasil
belajar. Kompetensi dasar merupakan uraian yang memadai atas kemampuan yang
harus dikuasai siswa dalam berkomunikasi lisan dan tulis sesuai dengan
kaidah matematika.
Istilah yang
digunakan untuk menyebut keterampilan menyimak, baik dalam kurikulum suplemen
GBPP maupun KBK, masih menggunakan istilah “mendengarkan”, padahal pengertian
antara menyimak dan mendengarkan mengandung makna yang berbeda. Jika dilihat di
buku-buku ajar suplemen GBPP, istilah yang digunakan adalah “mendengarkan”,
sedangkan dalam buku ajar KBK digunakan istilah “menyimak”. Ketika para guru diberi
pertanyaan mengenai istilah penyebutan “menyimak” dan “mendengarkan’, mereka
mengatakan bahwa kedua istilah itu mempunyai pengertian yang sama. Barangkali
dari pemahaman seperti itulah, penyebutan keterampilan menyimak, baik dalam kurikulum
maupun buku ajar berubah-ubah.
Berdasarkan tinjauan terhadap
beberapa buku ajar bahasa Indonesia yang terbit pada akhir-akhir ini,
pembelajaran menyimak masih dianaktirikan. Pembelajaran menyimak dianggap
kurang penting. Materi menyimak masih disajikan secara tradisional, yaitu guru
atau salah seorang siswa membaca teks
tertulis yang sudah dimuat dalam buku ajar
sehingga penafsiran istilah menyimak, kurang tepat (Pintamtiyastirin,
2002 : 458).
Melihat buku ajar selama ini,
keterampilan menyimak tidak selalu ada dalam setiap tema. Proporsi antara
keterampilan memyimak dengan keterampilan yang lainnya kurang seimbang.
Seharusnya keempat aspek keterampilan bahasa tersebut diberikan secara seimbang
dan merata sesuai dengan isi suplemen GBPP yang menyatakan bahwa penilaian
terhadap keempat aspek keterampilan bahasa harus seimbang.
Dalam pembelajaran keterampilan
menyimak, baik dalam kurikulum suplemen GBPP maupun KBK, lebih menekankan
pendekatan komunikatif dan pembelajaran bahasa terpadu. Pendekatan
komunikatif berarti pembelajaran
terpusat kepada siswa. Siswa diharapkan aktif di dalam proses belajar-mengajar.
Guru hanya sebagai fasilitator dan mediator bagi siswa. Pembelajaran bahasa
yang terpadu berarti memperlakukan bahasa sebagai suatu keutuhan, bukan
pembelajaran yang berdiri sendiri.
D.
Komponen
Proses Belajar-Mengajar
Proses belajar-mengajar
merupakan rangkaian kegiatan guru (dalam hal-hal tertentu juga siswa) mulai
dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pembelajaran. Kegiatan
tersebut melibatkan sejumlah program pembelajaran. Kegiatan tersebut melibatkan
sejumlah komponen proses belajar- mengajar. Adapun komponen-komponen dalam
proses belajar-mengajar menurut Tarigan (1987 : 8-10) meliputi : (1) siswa, (2)
guru, (3) tujuan pembelajaran, (4) bahan atau materi pembelajaran, (5) metode,
(6) teknik, (7) media, dan (8) evaluasi. Adapun, setiap komponen PBM tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut.
1) Siswa
Siswa
merupakan komponen utama dalam setiap proses belajar- mengajar karena siswa
merupakan subjek dan bukan objek dari pengajaran. Pengajaran tanpa siswa tidak
mungkin sama sekali. Siswa termasuk komponen berseluk-beluk, mengingat tingkat
usia, tingkat kemampuannya, minat, dan bakat serta daya afeksi dan daya
psiko-motornya berbeda-beda.
2) Guru
Peran
guru dalam PBM sangat besar. Guru dituntut mempunyai kualitas yang tinggi dalam
pelaksanaan PBM. Ia harus mampu menyusun, menyelenggarakan dan menilai program
pembelajaran yang dilaksanakannya. Dalam pembelajaran keterampilan menyimak,
guru berperan sebagai informator, motivator, fasilitator, dan evaluator bagi siswa.
3) Tujuan Pembelajaran
Tujuan
adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar- mengajar. PBM di dalam
kelas sebagian besar didasarkan kepada pencapaian tujuan pengajaran. Tujuan
pembelajaran terkait langsung dengan tujuan pembelajaran menyimak dan
disesuaikan dengan hakikat menyimak, yaitu agar siswa dapat memahami makna
pesan yang disampaikan.
4) Bahan atau Materi
Pembelajaran
Bahan
atau materi pembelajaran merupakan sesuatu yang akan disampaikan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini bahan atau materi yang akan
disampaikan berupa soal cerita . Bahan
cerita tersebut sesuai dengan taraf perkembangan dan kemampuan siswa; menarik
dan merangsang serta berguna bagi siswa, baik untuk pengembangan pengetahuannya
maupun untuk ekspresi diri ( Soekanto, 2001 : 20).
5)
Metode
Metode
merupakan satu rancangan menyeluruh untuk meyajikan pembelajaran secara teratur
dan sistematis. Semi (1996 : 105) berpendapat bahwa metode merupakan suatu
prosedur untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Di dalam
pembelajaran, ia digunakan untuk menyatakan kerangka yang menyeluruh tentang
proses belajar-mengajar. Dalam pembelajaran keterampilan menyimak, guru dapat
menggunakan metode yang bervariasi. Penggunaan metode tersebut, tentu saja
disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan materi pembelajaran matematika .
6)
Teknik
Teknik
merupakan suatu kecerdikan, siasat yang dipergunakan guru untuk memenuhi tujuan
pembelajaran secara langsung di kelas. Tujuan penggunaan teknik adalah agar
siswa dapat menangkap pesan informasi lambang-lambang bahasa. Semi (1996 : 105)
berpendapat bahwa teknik merupakan cara khas yang operasional yang digunakan
atau dilalui dengan berpegang pada
proses sistematis yang terdapat pada
metode. Oleh karena itu, teknik lebih bersifat tindakan nyata berupa usaha atau
upaya yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Menurut
Parera (1987 : 43), keberhasilan pelaksanaan teknik bergantung kepada guru,
kebolehan dan komposisi kelas. Dalam PBM, guru memang dituntut dapat memilih
teknik pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Dalam menentukan
teknik, guru juga harus mempertimbangkan tujuan, bahan dan keterampilan proses
yang akan dikembangkan dalam menyampaikan bahan pembelajaran di kelas.
7) Media
Media
pembelajaran dalam perkembangannya sudah sampai kepada teknologi pendidikan.
Fungsinya untuk memperjelas materi yang disampaikan kepada siswa. Keberhasilan
dalam melaksanakan suatu pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh pilihan
bahan dan pemakaian metode yang tepat. Dalam pembelajaran menyimak, sumber
pembelajaran dapat diambil dari radio, televisi, artikel, cerita rakyat,
biografi yang dilisankan, dan lain-lain.
8) Evaluasi
Evaluasi
dapat ditujukan kepada prestasi belajar siswa dan dapat pula ditujukan kepada
program. Evaluasi dapat memberikan umpan balik bagi guru dalam rangka perbaikan
setiap komponen PBM yang ikut berproses. Melalui hasil evaluasi guru dapat
mengukur keberhasilan penyusunan dan pelaksanaan program pengajaran,
lebih-lebih evaluasi terhadap prestasi belajar siswa , yang merupakan dasar
perbaikan terhadap penyusunan tujuan instruksional, bahan, metode, dan pilihan
media. Evaluasi merupakan suatu cara untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran
dapat tercapai. Dalam pembelajaran menyimak, evaluasi ditujukan untuk
komprehensi lisan sehingga bahan tes yang diujikan secara lisan dan diterima
siswa melalui sarana pendengaran.
Menurut
Suyata (1996 : 25 –26) alat ukur evaluasi kompetensi menyimak berbentuk tes.
Tes menyimak dapat berbentuk tes objektif, tes isian singkat dan tes bentuk
uraian. Bentuk tes sangat bergantung kepada tujuan diadakannya tes tersebut.
Dalam
penelitian ini evaluasi yang digunakan adalah dengan memodifikasi Taksonomi Bloom dan Taksonomi
Barret. Kisi-kisi yang diambil dari Taksonomi Bloom adalah tingkatan ingatan,
pemahaman, aplikasi, sintesis, analisis, dan evaluasi, sedangkan Taksonomi
Barret hanya diambil tingkatan apresiasi saja.
E. Pemilihan Teknik Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Pemilihan
teknik pembelajaran menyimak haruslah sesuai dengan kondisi dan keadaan siswa.
Pemilihannya harus dilakukan secara cermat dan teliti. Dalam menerapkan
teknik-teknik tersebut guru perlu memperhatikan syarat-syarat teknik
pembelajaran keterampilan menyimak.
Tarigan (1987 : 41) menyebutkan bahwa syarat
teknik yang baik adalah sebagai berikut.
(1)
Memikat,
menantang atau merangsang siswa untuk belajar;
(2)
Memberi
kesempatan yang luas dan mengaktifkan siswa secara mental serta fisik dalam
belajar;
(3)
Tidak
menyulitkan guru dalam penyusunan, pelaksaanaan dan penilaian program
pembelajaran;
(4)
Dapat
mengarahkan kegiatan belajar ke arah tujuan pembelajaran;
(5)
Tidak
menuntut peralatan yang rumit, mahal dan sukar pengoperasiannya;
(6)
Mengembangkan
kreativitas siswa;
(7)
Mengembangkan
penampilan siswa secara individual atau pun secara kelompok;
(8)
Meningkatkan
aktivitas siswa dalam belajar;
(9)
Mengembangkan
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
Karakteristik tersebut tidak
sepenuhnya dapat menjamin keberhasilan pembelajaran keterampilan menyimak.
Setiap penerapan teknik harus memperhatikan hal-hal lain, misalnya materi atau
bahan, kondisi siswa, situasi kelas, dan sebagainya. Seorang guru harus
pandai-pandai menerapkan teknik pembelajaran di dalam kelas. Guru perlu
mengetahui, pada saat yang bagaimana dan kapan teknik tersebut diterapkan.
Oleh karena
itu, teknik pembelajaran menyimak bersifat netral tidak ada yang jelek dan
tidak ada yang baik. Apabila teknik itu digunakan pada saat yang tidak tepat,
tentu hasilnya juga tidak baik, begitu juga sebaliknya. Parera (1987 : 43)
mengemukakan bahwa keberhasilan pelaksanaan teknik bergantung kepada guru,
kebolehan pribadi dan komposisi kelas.
Pemilihan
teknik yang tepat dapat membuat pembelajaran bahasa Indonesia lebih menarik
sehingga akan menimbulkan dan menumbuhkan minat belajar siswa. Dengan minat
belajar yang besar, diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa yang didukung
pula dengan proses pembelajaran yang baik.
Penggunaan
teknik dapat mengatasi berbagai masalah pembelajaran, misalnya jumlah siswa
terlalu besar, perbedaan kemauan individu, materi yang kurang menarik, dan
lingkungan belajar yang kurang menarik (Tarigan, 1987 : 42).
Menurut
Rofi’uddin dan Zuchdi (2001 : 2 ), keberhasilan suatu pembelajaran menyimak
bergantung pada adanya dua kondisi. Pertama, guru harus memberikan teladan
sebagai penyimak yang kritis, pembicara yang efektif dan menggunakan strategi
serta teknik yang efektif pula. Kedua, setiap murid yang berpartisipasi dalam
diskusi harus memiliki informasi tertentu yang akan disampaikan kepada
teman-temannya.
Jadi, pemilihan
eknik dalam pembelajaran sangat penting terutama dalam pembelajaran
keterampilan menyimak. Bagaimana membuat siswa tertantang dalam menyimak,
diperlukan suatu teknik yang benar-benar efektif untuk meningkatkan daya simak mereka.
E.
Pengajaran Bahasa Indonesia di SD
Mengajar bahasa Indonesia di Sekolah Dasar pada hakekatnya adalah menanamkan sejak dini
kapabilitas dan aseptabilitas kemampuan komunikasi dalam diri siswa, agar siswa
memiliki kompetensi verbal di kemudian
hari secara baik dan lancar. Bahasa Indonesia
masuk dalam kurikulum pengajaran sebagai inti materi kurikulum dituntut supaya guru dalam mengajar mengembangkan
ketrampilan kompetensi pengajaran dengan harapan materi
yang mengajar akuntansi mudah diserap oleh siswa, sederhana dipahami oleh
peserta didik dan bisa dimanfaatkan untuk simultansi dengan pengetahuan yang
yang akan menopang kemampuan berfikir.
F.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka
berpikir tersebut, hipotesis yang dapat
diajukan adalah pembelajaran keterampilan menyimak cerita dengan teknik Paired Story Telling akan lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran keterampilan menyimak cerita yang menggunakan
teknik tradisional pada siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Deskriptif
Penelitian
1.
Tempat
Penelitian
Peneliti sengaja mengadakan
kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SD Negeri
_______ Kecamatan _____
Kabupaten _____, karena penulis selaku
guru dan Kepala Sekolah di SDN tersebut
2.
Subjek
Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas
ini melibatkan 17 siswa (dipilih secara random)
di kelas III.
3.
Timing
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
selama 1 bulan yaitu pada tanggal ______.
B.
Alur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
melalui dua siklus. Setiap siklus
terdiri atas dua treatment. Tiap siklus dilaksankan dalam empat tahap
kegiatan yaitu planning, acting, observing, dan reflecting.
Sebelum melakukan intervensi, penelitian lebih dahulu menyebarkan angket dan
memberikan tes awal guna mengetahui kondisi siswa. Setelah kondisi awal
diketahui, kemudian diadakan tindakan intervensi melalui siklus-siklus.
Siklus I
Pada siklus ini dilakukan
dua treatment yaitu :
a.
Mendengarkan
guru yang mengajar bahasa Indonesia dengan
kajian pokok bahasan soal cerita .
b.
Siswa
disuruh membuat resume, alur cerita dan
nama-nama tokoh yang ada dalam isi cerita yang telah
dibacakan oleh guru yang mengajar bahasa Indonesia di depan kelas
Siklus II
Pada siklus II ini
diberikan treatment sebagai berikut :
- Anak diberikan tugas LKS secara kelompok untuk engambil
hikmak cerita yang telah dipaparkan dipapan tulis serta telah dibacakan
oleh guru yang mengajar bahasa Indonesia..
- Guru memberikan
penguatan dengan cara mengoreksi kesalahan resume, alur ceita serta
interpretasi siswa atas hikmah suritauladan yang ditulis oleh siswa .
Selama berlangsungnya
Treatment pada siklus selalu diamati oleh observer dan guru sejawat (dalam hal
ini guru kelas 3) yang fungsinya sebgai kolaborator, untuk mengamati perubahan
yang terjadi pada siswa dan guru. Hasil pengamtan ini selanjutnya dicatat dalam
lembar observasi.
Tahap persiapan
dilaksanakan ______ kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah : (1)
mempersiapkan angket untuk siswa, (2) menyiapkan perangkat pembelajaran, (3)
menyiapkan bahan intervensi, (4) menyiapkan cara menganalisis data, (5)
menyiapkan lembar pengamatan perilaku siswa dan guru di kelas dan menyusun alat
evalusia untuk mengetahui tingkat ketrampilan menyimak soal cerita fiksi ilmiah
siswa.
Sebelum penelitian dilaksanakan
terlebih dahulu dilakukan penyebaran angket dan pemberian tes awal penguasaan ketrampilan
menyimak soal cerita fiksi ilmiah . Penyebaran angket tanggal ______. Peneliti memberikan angket berupa
daftar pertanyaan untuk diisi siswa selaku responden untuk mengetahui gambaran
umum situasi pengetahuan umum, keterampilan dasar dan sikap atas kegiatan
menulis. Tes awal berupa pemberian tugas membuat kesimpulan awal sebuah cerita fiksi yang tekah dibacakan oleh guru yang mengajar bahasa
Indonesia.
Siklus Pertama
Dilaksanakan pada tanggal _______.
Pada siklus ini siswa mendengarkan cerita fiksi ilmiah dari guru secara cermat
kemudian siswa menulis pokok-pokok cerita kemudian menuangkan ide pokok gagasan
yang didengarkan dalam bentuk tulisan
sederhana di lembar LKS tentunya.
Cerita disajikan guru yang mengajar bahasa
Indonesia pada siklus pertama ini adalah “ Makluk Alien yang ada di Planet Mars”
dari buku- e book reader ensiklopedia
bahasa Indonesia .
Teknik yang perlu dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
c.
Guru
membacakan cerita fiksi ilmiah di depan kelas sementara siswa mendengarkan
dengan cermat.
d.
Siswa
menuliskan pokok-pokok cerita yang didengar. Dengan pertanyaan pancingan, siswa
akhirnya dapat menghafal tokoh dan memahami tokoh dan watak dari perilaku dalam cerita fiksis ilmiah tersebut.
e.
Guru
yang mengajar bahasa Indonesia menugasi siswa menuliskan secara sederhana apa
yang mereka dengar dari guru.
f.
Siswa
mengumpulkan tugas untuk dinilai guru.
g.
Hasil
pekerjaan siswa dibacakan di depan kelas, kemudian guru mengoreksi
kesalahan-kesalahannya.
h.
Semua
pekerjaan siswa dikumpulkan dalam bendel snelhecter.
Setelah berakhirnya siklus
pertama, peneliti melakukan tes ketrampilan menyimak soal cerita fiksi ilmiah untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pelaksanaan treatment pada siklus
pertama, sekaligus untuk pelaksanaan siklus kedua.
Siklus Kedua
Siklus kedua dikalsanakan
tanggal ______ peneliti menggunakan treatment yaitu anak diberikan fotokopi cerita fiksi ilmiah lain untuk dibacanya di
masing-masing kelompok, kemudian guru memberikan tugas berupa merangkum kembali
apa yang telah dibacanya. Guru memberikan penguatan dengan cara mengoreksi
kesalahan tulisan yang dibuat siswa. Teknik penguatan inillah sebagai
paired story telling guna memudahkan
siswa mencerna dan memahami materi bahasa indonesia .
Fiksi ilmiah yang disajikan oleh guru berupa
cerita Si Ozan Makhluk hula-hula di
pesawat UFO, tampaknya siswa sangat berminat mendengarkan cerita guru.
Teknik yang dilakukan ialah
sebagai berikut :
- Anak diberikan
fotokopi dengan Si Ozan Makhluk hula-hula di pesawat UFO untuk dibacanya.
- Kemudian siswa ditanya
satu persatu bagaimana tokoh Si
Ozan yang ada di lembar foto kopi tersebut dipersepsi oleh siswa sebagai tokoh
pahlawan, atau tokoh jahat, atau tokoh-tokoh yang lainnya.
- Apakah perbedaan persepsi antara kelompok satu dengan
kelompok lain ketika siswa membuat resume di lebar kegiatan siswa terhadap
materi cerita Si Ozan Makhluk hula-hula di pesawat UFO.
- Bagaimana pendapat
para siswa tentang perubahan cerita yang ada.
- Mereka menulis
komentar-komnetar itu dalam sebuah catatan yang mereka buat.
- Kemudian guru
memberikan kertas berwarna sebagai alat untuk tugas merangkum kembali apa
yang telah dibacanya.
- Guru memberikan
penguatan dengan cara mengoreksi kesalahan tulisan atau persepsi yang
dibuat siswa.
- Guru memberikan
kesempatan siswa lain untuk mengoreksi kesalahan yang dilakukan teman
sebangkunya sebelum dikumpulkan.
- Semua pekerjaan yang
ditulis dalam kertas HVS warna-warni dikumpulkan dinilai dan kemudian
dimasukkan dalam bendel senelhecter.
C.
Jenis Penelitian
Guna mengumpulkan data yang
diperlukan selama penelitian berlangsung, peneliti menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data yaitu tes, angket, observasi, dan wawancara. Sedangkan
instrument yang dipakai adalah angket, pedoman wawancara, pedoman pengamatan tes,
tes ketrampilan menyimak soal cerita fiksi ilmiah dengan ketrampilan menyimak soal cerita fiksi
ilmiah sebagai sarananya.
Jenis penelitian dalam
penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan, artinya bahwa dalam mencapai
tujuannya penelitian ini melakukan skenario terlebih dahulu dan mengubahnya
jika tampak kurang berhasil. Perubahan biasanya terletak pada metode yang
tampak pada setiap siklus tindakan.
Dengan adanya refleksi dan
perbaikan diharapkan peningkatan hasil akan berpengaruh signifikan. Pengaruh
itu meliputi peningkatan mutu hasil pencapaian belajar siswa.
BAB IV
HASIL PENELITIAN TINDAKAN DAN
PEMBAHASAN
A.
Persiapan Tindakan
Pada awal penelitian, yaitu
sebelum dilaksanakan treatment di kelas, peneliti terlebih dahulu menyebarkan angket
dan tes awal kepada siswa guna mengetahui kondisi sesungguhnya. Selanjutnya
hasil secara lengkap sebagai berikut :
1.
10
anak menyenangi kegiatan menyimak cerita.
2.
4
anak tidak menyenangi kegiatan menyimak
cerita.
3.
3
anak menyatakan kadang senang kadang tidak senang.
Sedangnkamn pada
tes/penilaian siklus pertma menunjukkan
Tabel 4.1 Perolehan Skor
Menulis Siklus I
Kelas
|
Skor
Mengarang
|
Nilai
|
Jumlah
Siswa
|
Hasil yang Diperoleh
|
|
Tuntas
|
Presentase
|
||||
23 – 25
|
A
|
1
|
7 Anak
|
2 %
|
|
20 – 22
|
B
|
2
|
Atau 41%
|
4 %
|
|
III
|
17 – 19
|
C
|
6
|
21 %
|
|
14 – 16
|
D
|
5
|
15 %
|
||
<13
|
E
|
3
|
5 %
|
Keterangan batas tuntas
penguasaan skor yang harus dicapai adalah 17. Dengan demikian masih terdapat 12
anak yang belum menguasai ketrampilan menyimak soal cerita fiksi ilmiah atau sekitar 79%.
Rendahnya keterampilan menyimak soal ceita pada siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____ ini mendorong
peneliti untuk berupaya meningkatkan ketrampilan menyimak soal cerita fiksi
ilmiah siswa melalui berbagai treatment
langkah ini perlu dilakukan untuk menghindari lemahnya ketrampilan menyimak
soal cerita fiksi ilmiah siswa sebagai
akibat kesulitan memahami ketrampilan menyimak soal cerita fiksi ilmiah yang diberikan guru.
Hasil siklus kedua ini
penulis menganalisis untuk mengetahui tingkat keberhasilan treatmen yang
dilakukan. Data yang diperoleh siswa disajikan sebagai berikut :
Tabel 4.2 Perolehan skor
menulis siklus 2
Kelas
|
Skor Mengarang
|
Nilai
|
Jumlah Siswa
|
Hasil Yang Diperoleh
|
|
Tuntas
|
Presentase
|
||||
23 – 25
|
A
|
13
|
76 %
|
||
20 – 22
|
B
|
4
|
11 %
|
||
III
|
17 – 19
|
C
|
3
|
11
Anak atau 65 %
|
13 %
|
14 – 16
|
D
|
0
|
0 %
|
||
<13
|
E
|
0
|
0 %
|
Pada siklus kedua telah
terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Artinya pembelajaran dengan model Paired Story
Telling telah berhasil meningkatkan penguasaan siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____ terhadap materi menyimak soal cerita fiksi
ilmiah dan siswa dapat membuat resume, serta mengkritik beberapa tokoh yang
dianggap oleh siswa kurang bersahabat dalam isi cerita fiksi ilmiah tersebut.
B.
Pembahasan Atas Hasil Tindakan
Siklus 1
Selama berlangsungnya
pertama, siswa mengalami kemajuan dan perkembangan yang cukup berarti. Yang
pertama siswa sangat berminat dengan metode pembelajaran menulis ketrampilan
menyimak soal cerita fiksi ilmiah , meskpun hasilnya belum baik yaitu 59% atau
lebih dari separuh perjalanan menulis cukup tampak. Hasil dapat dilihat dari
hasil pengamatan dan observasi yang dilakukan. Tampaknya bahwa siswa sangat
menikmati jika guru menyampaikan ketrampilan menyimak soal cerita fiksi ilmiah dalam bentuk cerita lisan. Namun akibatnya
adalah siswa hanya paham, tetapi tidak mampu menyampaikan lagi secara lisan
kepada orang lain dalam bentuk tulisan.
Siklus 2
Kemajuan yang dicapai dalam
siklus kedua, menambah semangat siswa untuk menulis kembali dengan media kertas
berwarna yang disediakan. Dengan sedikit sentuhan berupa pembetulan kesalahan
sedikit dari rangkuman yang mereka lakukan, maka nilai ketuntasan sedikit lebih
baik. Yaitu mencapai 65%. Artinya telah lebih dari setengah jumlah siswa mampu
menulis ketrampilan menyimak soal cerita fiksi ilmiah dengan lebih baik.
Bimbingan dana arahan guru
cukup memberikan atas kepahaman siswa sehingga nilai yang diperoleh juga cukup
baik bahkan lebih baik dibandingkan siklus pertama. Artinya ada peningkatan
yang lebih tinggi yaitu mencapai 4 poin yaitu selisih dari 7 ke 11 atau 24 %.
Penggunaan media penunjang
seperti Audio Recorder juga dapat menunjang materi pembelajaran bahasa
Indonesia. Sementara dengan suasana rileks dan santai sambil bermain mampu
membuat siswa lebih bebas mengekspresikan kemampuannya dalam menulis. Suasana
santai, penuh tawa, serta penuh kebebasan justru membuat siswa lebih kreatif.
Kerta berwarna semakin menyemarakkan suasana kelas yang biasanya didominasi
warna cat putih tembok sekolah, menjadi lebih meriah.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian mulai bab I
sampai akhir bab IV, dapatlah ditarik satu benang merah oleh penulis bahwa
telah terjadi peningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia pokok bahasan
menyimak soal cerita fiksi ilmiah pada siswa dongeng. Permasalahan rendahnya
ketrampilan siswa kelas III SD
Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____.
Dengan metode teknik paired story telling ternyata mampu
meningkatkan motivasi, dan kemampuan menulis ketrampilan menyimak soal cerita
fiksi ilmiah secara signifikan, artinya
bahwa suasana yang tidak membosankan di kelas mampu memberi kontribusi positif
terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menuliskan kembali ketrampilan
menyimak soal cerita fiksi ilmiah yang
pernah mereka baca.
Dengan model pembelajaran
seperti ini pula ternayata kelas menjadi lebih hidup dan ceria. Siswa yang
bisanya hanya diam dan membisu tampak mulai berani bicara dan mengungkapkan
pendapat. Dalam hal ini berarti ketrampilan menyimak soal cerita fiksi ilmiah seperti ini juga mampu meningkatkan
keterampilan yang lain, yaitu : berbicara dan membaca serta mendengarkan. Pintu
menulis ternyata mampu juga mendongkrak tiga keterampilan berbahasa yang lain.
B.
Saran
Diharapkan hasil temuan
dalam penelitian tindakan kelas ini dapat mendorong para guru sejawat untuk
melakukan hal serupa, sehingga akan tampak hasil-hasil belajar yang dicapai
secara konkrit. Tidak hanya berupa nilai tes ulangan harian maupun ujian saja.
Karya siswa perlu mendapatk
penghargaan secara apresiatif dari guru sehingga semangat mereka dapat lebih
tinggi. Penggunaan media kertas berwarna dan media-meda penunjang lain yang
selama ini jarang digunakan, hendaknya disiapkan secara memadai. Biaya yang
dikeluarkan sepadan dengan hasil yang diperoleh siswa. Pemanfaatan linkungan
sekitar sekolah secara murah dan meriah hendaknya menjadikan guru berpikir
kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah,
Sabarti. 1993. IPS III a.
Jakarta : Drektorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Ali,
Lukman. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Depdiknas.
2003. KBK Kompetensi Dasar : Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia SD & MI. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas.
Hadiwijoyo,
Setyarini. 1999. Penyempurnaan/Penyesuaian Kurikulum 1994 (Suplemen GBPP)
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI.
Jakarta : Depdikbud.
Handayu,
T. 2001. Memaknai Cerita Mangasah Jiwa : Panduan Menanamkan Nilai Moral
pada Anak Melalui Cerita. Solo : Era Media.
Hidayat,
Kidh. 2002. The Paired Story Telling
Suatu Pendekatan Pembelajaran. Surabaya : CV Pustaka Agung Harapan.
Jatiningtyas,
Anting. 1999. Aspek Pendidikan Moral dalam Buku Cerita Anak. Yogyakarta
: IKIP.
Logan,
Lillian. 1972. Creative Communication : Teaching The Language Arts.
Toronto : Mc Graw – Hill Ryerson.
Musfiroh,
Tadkiroatun. 2003. Bercerita untuk Anak Usia Dini. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional Dirjen Dikti.
Parera,
Jos Daniel. 1987. Linguistik Edukasional
: Pendekatan Konsep dan Teori Pengajaran Matematika. Jakarta : Erlangga.
Purwo,
Bambang Kaswanti. 1997. Pokok-pokok Pengajaran Matematika
Kurukulum 1994 : Jakarta
: Depdikbud.
Pintamtiyastirin.
1984. Menyimak dan Pengajarannya. Yogyakarta :UPT IKIP.
Lampiran I
Tabel dan Grafik Peningkatan Mutu
Pembelajaran Bahasa Indonesia
No
|
Interval Kelas
|
Frekuensi
Absolut
|
Frekuensi
Komulatif
|
Frekuensi
Relatif (%)
|
1
|
4,5 – 7,5
|
12
|
12
|
30,77
|
2
|
7,5 – 10,5
|
9
|
21
|
23,08
|
3
|
10,5 – 13,5
|
9
|
30
|
23,08
|
4
|
13,5 – 16,5
|
7
|
37
|
17,95
|
5
|
16,5 – 19,5
|
2
|
39
|
5,13
|
6
|
19,5 – 22,5
|
0
|
39
|
0,00
|
Jumlah
|
39
|
178
|
100
|
Distribusi tersebut dapat dibuat diagramnya sebagai
berikut.
Lampiran II
Tabel dan Grafik Peningkatan Mutu
Pembelajaran Paired Story Telling
No
|
Interval Kelas
|
Frekuensi
Absolut
|
Frekuensi
Komulatif
|
Frekuensi
Relatif (%)
|
1
|
5,5 – 8,5
|
1
|
1
|
2,56
|
2
|
8,5 – 11,5
|
3
|
4
|
7.69
|
3
|
11,5 – 14,5
|
8
|
12
|
20,51
|
4
|
14,5 – 17,5
|
11
|
23
|
28,21
|
5
|
17,5 – 20,5
|
16
|
39
|
41,03
|
6
|
20,5 – 23,5
|
0
|
39
|
0,00
|
Jumlah
|
39
|
118
|
100
|
Distribusi di atas dapat dibuat
diagramnya sebagai berikut ini.
Lampiran III
Bagan
: Alur Pelaksanaan Tindakan
Lampiran IV
Buatlah
: Daftar Nama Absensi Siswa Kelas
III Sebagai responden
Penelitian Tindakan Kelas SDN _________
Lampiran V
Buatlah :
RPP Bhs Indonesia Kelas III Smt __ Tapel _____
Tentang
Pokok Bahasan Menyimak soal cerita
PTK Paired Story Telling
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada saat ini sekolah menuntut kemampuan menyimak yang tinggi untuk menyerap berbagai
informasi dengan cepat dan mudah. Berbagai sarana seperti media, televisi,
telepon, tatap muka, internet, dan sebagainya
memudahkan manusia untuk mendapatkan informasi. Dalam kehidupan
sehari-hari pun kita, sering menyimak cerita, berita, laporan, iklan, dan
lain-lain. Meskipun demikian, tidak
semua orang mampu membaca dengan baik.
Hal itu mengindikasikan bahwa selama ini keterampilan membaca kurang mendapat perhatian. Padahal,
dari kegiatan menyimak itu akan membantu kita untuk mendapatkan informasi, yang
berarti meningkatkan pengetahuan dan daya pikir.
Membaca intensif merupakan satu keterampilan
awal dan dasar dari proses pembelajaran bahasa. Sejak masa kanak-kanak, manusia
mulai belajar menyimak sebelum mempelajari keterampilan berbahasa yang lain.
Menurut Tarigan (1998 : 1) dalam memperoleh keterampilan berbahasa biasanya
manusia melewati suatu hubungan yang teratur, dimulai dari belajar menyimak,
kemudian berbicara, sesudah itu dilanjutkan dengan belajar membaca dan menulis.
Menurut Paul T. Rankin (via Sutari dkk,1998 :
8) menunjukkan bahwa kegiatan menyimak paling banyak terjadi di masyarakat
kita. Membaca merupakan keterampilan
dasar dalam aktivitas berkomunikasi. Kebanyakan orang dewasa menggunakan waktu
45% untuk menyimak, 30% untuk berbicara, 16 % untuk membaca, dan hanya 9% untuk
menulis (Cox, 1999 : 151).
Membaca secara intensif sudah menjadi bagian
dari pembelajaran bahasa, tetapi selama bertahun-tahun kebanyakan guru dan para
ahli berasumsi bahwa pembelajaran
membaca tidak perlu diajarkan tersendiri. Ada anggapan bahwa
keterampilan membaca akan dikuasai
dengan sendirinya apabila pembelajaran keterampilan lainnya sudah berjalan
baik.
Dalam
pembelajaran di SD saat ini pun, keterampilan
membaca cenderung diabaikan. Pelajaran
membaca terkesan menjadi pelajaran yang kurang penting karena tidak
diujikan dalam Ebtanas. Pelatihan
membaca cenderung terikat pada buku teks. Hal ini berarti bahan materi
pelajaran menyimak lebih banyak diambil dari buku teks. Dapat diduga bahwa
dalam proses pelatihan menyimak, siswa tidak mengalami hambatan karena
materinya sudah ada dalam buku dan kemungkinan mereka sudah membacanya. Hal ini
menyebabkan siswa kurang tertantang dalam
membaca.
Selama ini,
latar belakang pengetahuan dan pengalaman guru dalam membina keterampilan membaca dirasa masih belum memadai. Guru
kurang begitu antusias dalam mengajarkan keterampilan membaca. Mereka berasumsi
bahwa keterampilan membaca telah terintregasi dengan keterampilan yang lain
sehingga membaca dapat dipelajari secara bersamaan dengan keterampilan yang
lain. Mereka kebanyakan mengajar dengan teknik ceramah dan siswa selalu Duduk,
Diam, Dengar, Catat, dan Hafal (3DCH). Sudah saatnya para guru mengubah
paradigma pembelajaran lama dengan pembelajaran baru.
Semua fenomena
yang ada dalam pembelajaran membaca tersebut mengakibatkan siswa tidak begitu
berminat dalam pembelajaran membaca. Jika siswa tidak memiliki minat terhadap
pembelajaran membaca, hal ini akan mempengaruhi prestasi membacanya. Jika siswa
memiliki kemampuan yang baik dalam keterampilan membaca, hal itu akan
memudahkan siswa menangkap pesan dan memahami apa yang disampaikan guru atau
pun dalam kegiatan interaksi yang lain. Siswa akan dengan mudah menerima bahan
pelajaran yang disampaikan guru dalam proses belajar-mengajar. Mereka juga akan
dengan mudah menangkap pesan yang disampaikan orang lain.
Dalam
penelitian ini diteliti menyimak cerita karena pada saat pembelajaran, siswa
hanya mendengarkan cerita dari guru, bahkan siswa diminta oleh guru membaca
dalam hati. Setelah selesai, siswa diharuskan menjawab soal-soal pertanyaan
berdasarkan cerita dalam bacaan. Bahan-bahan cerita yang digunakan guru diambil
dari buku paket sehingga apa yang dilakukan guru terkesan kurang berpengaruh
terhadap siswa. Para siswa sebagian besar sudah membaca buku paket di rumah
sehingga mereka cenderung kurang
memperhatikan apa yang dibacakan guru. Tentu saja kegiatan pembelajaran yang
seperti ini dapat membuat siswa bosan. Dalam pembelajaran ini, guru lebih
mendominasi kegiatan di kelas, sedangkan para siswa bersifat pasif. Pembelajaran yang dilakukan guru kurang
begitu bermanfaat bagi siswa.
Melihat begitu
besarnya peran membaca dalam proses belajar bahasa, diperlukan suatu teknik yang efektif dalam pembelajaran keterampilan menyimak.
Teknik merupakan hal yang penting dalam pembelajaran menyimak, khususnya pembelajaran menyimak di
tingkat Sekolah Dasar. Dengan teknik menyimak yang efektif, pembelajaran bahasa
akan mencapai tujuan yang diharapkan. Hal inilah yang tentunya sangat
diharapkan oleh berbagai pihak, khususnya bagi guru, sebagai pengelola kelas
dalam KBM.
Salah satu
teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran keterampilan menyimak adalah
teknik paired storytelling. Dengan teknik membaca secara intensif ini, kegiatan
belajar-mengajar sepenuhnya dilakukan oleh siswa. Guru hanya sebagai
fasilitator, motivator dan mediator dalam KBM. Teknik ini lebih cocok digunakan
dalam bahan pelajaran yang bersifat deskriptif atau naratif, seperti cerita.
Akan tetapi, hal itu tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan pelajaran yang
lain. Sebuah cerita mengandung berbagai pendidikan moral, yang berupa pesan dan
amanat. Melalui cerita inilah, guru dapat memberikan penanaman nilai-nilai moral
kepada mereka, tetapi fenomena yang terjadi di tingkat SD, cerita cenderung
digunakan guru hanya sebagai selingan bagi siswa.
Pembelajaran keterampilan menyimak yang
dilakukan para guru menyebabkan siswa
bekerja sendiri tanpa ada unsur
bekerja sama. Hal ini dapat menimbulkan sifat yang individualistis.
Siswa yang satu menganggap siswa yang lain adalah saingan. Untuk mengantisipasi
hal tersebut, diperlukan teknik pembelajaran yang dapat meningkatkan kerja sama
antarsiswa dan keaktifan mereka di kelas. Teknik yang dapat digunakan adalah membaca secara intensif. Teknik ini lebih
menekankan daya simak siswa karena hasil simakannya akan dipertanggungjawabkan
kepada pasangannya. Semakin baik daya simak siswa, materi yang disampaikan guru akan semakin
mudah dipahami mereka.
B.
Identifikasi Masalah PTK
Latar belakang masalah, muncul beberapa
permasalahan yang perlu diatasi, antara lain :
(1) Bagaimanakah minat siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____ dalam pembelajaran
keterampilan membaca cerita ?
(2) Bagiamanakah
kiat guru yang mengajar Bahasa
Indonesia di kelas III SD Negeri _______
Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____ dalam pembelajaran keterampilan membaca
cerita ?
(3)
Bagaimankah Penggunaan teknik membaca secara intensif untuk meningkatkan
keterampilan membaca cerita di kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____ ?
C.
Batasan Penelitian
Permasalahan
yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas sehingga
tidak dapat diteliti seluruhnya dalam penelitian ini. Oleh karena itu,
permasalahan yang akan diteliti adalah penerapan teknik baru untuk meningkatkan
keterampilan membaca intensif siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____, yaitu dengan teknik paired storytelling.
D.
Rumusan
Masalah PTK
Sesuai dengan batasan masalah yang telah dikemukakan, peneliti hanya
merumuskan satu masalah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Praktiskah penggunaan teknik paired story Telling untuk meningkatkan keterampilan membaca Materi pengajaran Bahasa Indonesia
bagi siswa kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____?
E.
Tujuan
Penelitian Tindakan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keefektifan teknik Paired Story Telling untuk meningkatkan keterampilan membaca pada pengajaran bahasa Indonesia bagi siswa
kelas III SD Negeri _______ Kecamatan _____ Kabupaten _____ Tahun Pelajaran _____.
F.
Manfaat
Penelitian Tindakan
Diharapkan dapat memberi manfaat secara
teoretis maupun praktis. Berikut akan diuraikan manfaat teoretis dan praktis
dalam penelitian ini.
(1)
Manfaat
Teoretis
Manfaat teoretis penelitian ini adalah agar
dapat memberikan sumbangan teori bagi peneliti lain dan terpacu untuk
mengembangkannya.
(2)
Manfaat
Praktis
Bagi
guru yang mengajar bahasa Indonesia, teknik ini akan memberikan masukan dalam
memilih teknik pembelajaran keterampilan
menyimak dan membaca untuk diterapkan dalam proses belajar-mengajar bahasa
Indonesia di kelas.
INGIN FILE LENGKAPNYA SILAHKAN UNDUH DISINI